Newbie’s Journal [4-5] : Let’s Do It!

Ini adalah jurnal yang saya tulis saat memulai hari-hari sebagai seorang karyawan pada salah satu perusahaan yang berbasis teknik dan teknologi. Saat itu, saya mulai bekerja pada Februari 2012 dan berakhir pada April 2012. Sepertinya, memang tidak cocok. Saat itu pula, saya menjadi pengangguran lagi dalam beberapa masa yang lama. Meskipun singkat, pengalaman yang saya alami benar-benar beragam dan memberi makna yang berarti. Newbie’s Journal ini merangkum semuanya. Hope you enjoy it, guys! 🙂

——

Day 4-5

Dua hari ini penuh dengan belajar bersama Bapak Rudy. Saya diperkenalkan dengan software yang akan sering sekali saya pakai nantinya. Agak pusing sih tapi lebih baik daripada ga ngapa-ngapain hehehe…

Newbie’s Journal [3] : Mulai Gabut Hingga Bertemu Teman Baru

Ini adalah jurnal yang saya tulis saat memulai hari-hari sebagai seorang karyawan pada salah satu perusahaan yang berbasis teknik dan teknologi. Saat itu, saya mulai bekerja pada Februari 2012 dan berakhir pada April 2012. Sepertinya, memang tidak cocok. Saat itu pula, saya menjadi pengangguran lagi dalam beberapa masa yang lama. Meskipun singkat, pengalaman yang saya alami benar-benar beragam dan memberi makna yang berarti. Newbie’s Journal ini merangkum semuanya. Hope you enjoy it, guys! 🙂

——

Day 3

Hari ke-3 adalah hari yang benar-benar penuh hikmah. Kegalauan sebagai anak baru yang ga ada kerjaan alias gabut dan ga ada teman, membuat saya males untuk berangkat. Maunya ngedumeeelll ajaaa… Ngeluh terus. Dan, sepertinya kereta pun menjawabnya. Saya sampai di stasiun jam 7 tetapi baru dapet kereta jam 8. Kayaknya si kereta juga ikut-ikutan males.

Di kereta, seperti biasa, luar biasa penuh. Kornet. Dorong depan belakang, gencet mana-mana. Mau ngeluh lagi juga udah males, akhirnya saya berusaha untuk bersabar, bersyukur dan menerima keadaan apa adanya dengan berdzikir.

Fyi, sebagai anak yang 12 tahun sekolah di sekolah Islam, saya hafal Al-Ma’tsurat dan terbiasa untuk membacanya setiap pagi dan sore. Jadi, sepanjang perjalanan di kereta, saya menggumamkan Al-Ma’tsurat dan begitu selesai, saya lanjutkan dengan berdzikir. Hal ini saya lakukan supaya hati lebih nrimo dan badan lebih rileks menerima apapun yang terjadi.

Ternyataa… Allah SWT langsung memberi pelajaran. Saya bertemu dengan seorang Ibu berumur 66 tahun yang masih giat dan semangat bekerja. Padahal seharusnya beliau sudah pensiun tahun lalu saat berumur 65 tahun. Tetapi, tempat beliau bekerja (Kedutaan Eropa, begitu katanya) meminta untuk melanjutkan bekerja selama setahun ke depan. Awalnya beliau menerima dan masih bersemangat bekerja. Tetapi, setelah dijalani, beliau merasa berat dan letih terlebih karena harus naik kereta yang luar biasa bejubel setiap pagi. Jadi, tahun depan, beliau akan memutuskan untuk pensiun.

Ada seorang mbak yang berkomentar bahwa biasanya umur pensiun di Indonesia adalah 55 tahun dan Ibu itu berkata bahwa Kedutaan Eropa memiliki standar umur pensiun 65 tahun. Hal ini dikarenakan pendapat bahwa umur 55 tahun masih usia produktif untuk bekerja terutama untuk pria. Jika umur 55 tahun, seorang pria yang sedang giat bekerja tiba-tiba ‘dipaksa’ untuk pensiun, diperkirakan dapat menimbulkan stress. Biasanya bekerja eh tiba-tiba harus di rumah dan belum mempersiapkan kegiatan apapun sehingga dapat memicu stress. Hal inilah yang ingin dihindari. Untuk wanita, tingkat stress mungkin tidak terlalu tinggi karena memang sudah ‘sewajarnya’ untuk wanita berada di rumah.

Wahhh… kalau saya hitung perbandingan antara umur saya dan umur si Ibu, yaitu 22 tahun dan 66 tahun, berarti umur kami berbeda 3 kali lipat. Saya yang stress karena gabut dan ga ada teman ini belum ada apa-apanya dibandingkan si Ibu. Pasti si Ibu sudah melalui berbagai macam kejadian selama 3 kali lipat umur saya ini dalam dunia bekerjanya dan sampai sekarang beliau masih kuat juga semangat untuk berangkat kerja. Malu doooong…

Apapun alasannya, saya tidak berhak untuk terus mengeluh setelah bertemu dan mendengarkan cerita si Ibu. Saya harus kuat, tegar, semangat dan siap dalam menghadapi apapun yang terjadi. Baiklah, semangaaattt!!!!!! Terima kasih, Bu 🙂

Ternyata oh ternyata… pelajaran yang diberikan oleh Allah SWT masih berlanjut. Setelah diberi contoh dan pemicu semangat melalui si Ibu. Saya diberi ‘teman’..

Jadi, karena waktu makan siang adalah waktu tergalau saya, rasanya ingiiinnnn sekali ga makan siang *bohong, deh hehehe..*

Maksudnya, rasanya ingiinnn sekali makan siang sambil ngobrol-ngobrol ketawa hahahihi sama teman-teman. Akhirnya, saya memutuskan untuk duduk di tengah bukan di pojok. Saya duduk di meja tempat makan dengan empat kursi. Sewaktu awal duduk, saya sendirian tetapi masih dekat dengan orang-orang yang seruangan. Ternyataa… mereka sudah selesai makan duluan. Jadilah saya sendirian lagi, ditengah, di meja yang seharusnya untuk empat orang.

Tiba-tiba datang seorang mas (pria maksudnya, bukan emas), lalu datang temannya, lalu datang lagi temannya. Mereka bertiga duduk di meja saya. Jadi, mejanya sekarang full dan penuh dengan obrolan asik antara mereka saja -______________-

Garing krik krik. Awkward moment banget.

Mau ngabur juga males. Kan gw duluan yang duduk disini, kenapa juga gw yang ngabur?

Yaudah… dinikmati saja. Jadilah saya makan dengan tiga orang ‘teman’ itu dan mendengarkan mereka mengobrol. Mendengarkan saja. Hahaha… mau ketawa, deh.

Untung saya selesai makan duluan dan saya pun langsung cabuuuttt! Eh, di lift ketemu mereka lagi. Hadehhh… makin mau ketawa, deh.. Hahahahaha

Saya juga diberi teman saat pulang dengan kereta. Seperti biasa, gambir adalah tempat mangkal saya untuk menanti kereta. Sore itu, keretanya sedikit karena ada beberapa kereta yang rusak. Saya sudah semangat naik kereta saat diumumkan bahwa kereta selanjutnya yang datang adalah jurusan Bogor. Alhamdulillah, bisa langsung pulang nih…

Tetapi kenyataan berkata lain, kereta penuh banget. Banget. Banget. Banget.

Ibarat kornet, ini adalah kornet dengan kaleng yang super kecil sehingga dagingnya udah ga muat dan bejubel keluar. Penumpang di gambir ini pun sebagian besar sudah tidak bisa naik padahal gambir hanya beberapa stasiun dari Jakarta Kota yang merupakan stasiun awal.

Bingung nih, gimana ya caranya biar bisa masuk ke kereta. Masuk adalah yang terpenting karena penuh-kegencet-bejubel adalah pasti. Saya pun berkomentar sendiri plus ngedumel eh mbak sebelah saya ini nyambung. Tidak berapa lama, kita sudah ngobrol ngaloorr ngiduulll… kayak udah kenal banget aja gitu, friendly bener nih si mbak.

Tak tahunyaa… dia adalah teman dekat Laras di FKM UI. Oalaaahhh… Subahanallah yaa, dunia ini sempit sekali ternyata 🙂

Akhirnya setelah mendapatkan informasi dari pengeras suara di stasiun, kami memutuskan untuk naik kereta kea rah Jakarta Kota terlebih dahulu yang selanjutnya akan kembali sebagai kereta tujuan Depok. Sambil menunggu kereta, kami pun duduk dan melanjutkan ngobrol dengan asik.

Sejak awal menunggu kereta jurusan Jakarta Kota yang akan kembali sebagai kereta jurusan Depok ini, saya agak merasa aneh dan bingung dengan tingkah penumpang lainnya. Mereka dengan segera, terburu-buru dan serempak berjalan berlawanan arah dari tempat saya duduk. Lalu, entah mengapa, jalur seberang tiba-tiba penuh dengan penumpang yang menunggu.

Saya bingung sambil mencoba berpikir sebenarnya mereka ngapain dan Erma sedang telfon dengan Ibunya. Tiba-tiba saya sadar akan sesuatu,

Jangan-jangan… kereta Jakarta Kota lewatnya di jalur seberang sana, bukan jalur sebelah sini???

Waduh… langsung saya bilang ke Erma dan dia pun seperti tersadarkan. Sesegera mungkin kita lari menuju jalur seberang. Dan, rute lari kita adalah turun tangga-lari-naik tangga-lari dengan kecepatan yang paling maksimal agar tidak tertinggal kereta. Ngos-ngosan banget, untungnya kereta belum datang. Setelah tenang, kita pun menyadari bahwa tempat kita duduk tadi tepat berada di seberang tempat berdiri saat ini. Jadiii… bisa lah ya langsung loncat aja ke jalur dan sampai di tempat berdiri saat ini tanpa lari-lari, tentunya dengan resiko diomelin petugas stasiun atau yang paling parah ketabrak kereta. Ngeri.

Datanglah kereta jurusan Jakarta Kota itu dalam keadaan sudah penuh. Sepertinya semua orang berpikiran sama, naik kereta jurusan Jakarta Kota dulu yang akan kembali sebagai kereta jurusan Depok. Sesampainya di stasun Jakarta Kota, kereta behenti sangat lama dan tiba-tiba ada pengumuman, “Kereta di jalur –sekian- jurusan Depok, akan diberangkatkan terlebih dahulu..” yang artinya, kereta di sebelah kereta yang kita adalah kereta yang akan diberangkatkan terlebih dahulu.

Duh, ga ngerti lagi deh saya gimana maunya si kereta-kereta ini. Freak abis. Berubah terus sesuka hati. Akhirnya, orang-orang berbondong-bondong pindah ke kereta sebelah. Saya dan Erma pun begitu, kita sudah mau pulang, capek…

Yah… perjalanan di kereta tetap saling gencet dan bejubel tetapi tidak terlalu terasa karena kita mengobrol.

Alhamdulillah… asik ya ada ‘teman’. Hehe.

Setelah Erma turun, ternyata saya mendapat hikmah lain pada hari itu. Tiba-tiba ada seorang Ibu yang menggendong adik bayi dan di belakangnya ada anak pertamanya, anak cewek kecil, berumur kira-kira 4 tahun. Kegencet. Nangis. Gilak, stress banget. Saya ga tau si Ibu itu naik dari stasiun mana tetapi saya baru menyadari keberadaannya saat Erma turun yaitu di stasiun Duren Kalibata.

Karena saya naik di Gerbong 1 yang merupakan gerbong khusus perempuan, kami semua langsung secara otomatis merasa kasihan dan berempati dengan keadaan si Ibu beserta dua anaknya. Saya langsung saling kode dengan mbak sebelah untuk kasih posisi yang lebih nyaman untuk si adik cewek kecil yang kegencet itu. Saya bisa dan si mbak bisa mengusahakannya karena kami berdiri tepat di depan kursi yang penuh dengan penumpang yang duduk.

Ternyata ada Ibu yang lebih berani dari kami berdua. Dia berteriak kepada ibu-ibu juga mbak-mbak yang duduk, “Ibu-ibu, bisa minta tolong, ini ada Ibu yang gendong anak juga bawa anak kecil. Tolong dikasih tempat duduk yaa..”

Hening…… Krik. Krik. Silent moment.

Ga ada satupun Ibu ataupun mbak yang gerak. Tetapi, untunglah, lima menit kemudian ada seorang Ibu yang bergerak untuk berdiri. Satu. Menurut saya sih seharusnya ada dua yang berdiri karena Ibu ini menggendong adik bayi dan si kakaknya ini masih kecil. Pastinya si kakak ini nangis lebih karena stress kegencet dan panic bukan karena sakit. Jadi sudah sewajarnya dia mendapat tempat duduk juga, bukan hanya sekedar pangku di Ibunya.

Apa mau dikata, yang berdiri HANYA satu Ibu. Alhamdulillah, akhirnya si Ibu duduk tentunya dengan tetap menggendong si adik bayi plus memangku si kakak. Luar biasa. Si Ibu ini hebat betul. Benar-benar hebat.

Si kakak masih tetap nangis dan ngalem ke Ibunya yang tentunya membuat si adik bayi jealous. Tanpa bisa ditahan, si adik bayi mulai menepuk kepala si kakak berkali-kali dengan maksud untuk mengusirnya pergi. Dengan sabar si Ibu pun berkata, “Eh adik, jangan begitu dong… disayang dong kakaknya… saying ya, saying… saying…” sambil mengelus kepala si kakak berulang kali.

Secara otomatis, si adik bayi mulai menirukan gerakan si Ibu dan ajaib, si kakak berhenti nangis. Aduh…… unyu moment banget, deh. Saya sampai teharu. Saya pun curi pandang ke mbak dan ibu sekitar saya, kebanyakan dari mereka pun terlihat terharu. Hati rasanya nyess banget. Subhanallah.

Kebetulan saya punya dua ChaCha Mini di tas. Segera saya keluarkan dan saya kasih ke si kakak,

Saya : “Kamu mau ga? Ini nih buat kamu, satunya lagi buat adik yaa…”

Ibu : “Wah, terima kasih ya kakak.. satu aja ini.”

Saya : “Gapapa, dua aja nih.. Ayo, ini dimakan sekarang daripada stress kegencet..”

Ibu : “Makasih ya, kak..”

Setiap kali stress, obat pertama saya adalah coklat. Jadi, saya harap, ChaCha Mini yang tidak seberapa itu bis menjadi PPBKK (Pertolongan Pertama Bila Kegencet Kereta) untuk mereka.

Si Ibu luar biasa ini memberi saya pelajaran bahwa tingkat kesabaran dan pertahanan seorang Ibu (wanita) itu sangat sangat sangat luar biasa. Kalau saya jadi dia nih, lebih baik minta jemput atau naik taksi aja, deh…

Jadi, kegencet di kereta? Itu belum seberapa. Saya tidak boleh mengeluh karena saya membawa diri sendiri sedangkan si Ibu membawa dua anaknya tanpa mengeluh sedikit pun. Subhanallah..

Belum selesai, masih ada cerita seru dari hari ini.

Setelah mencari Majalah Maicih berulang kali ke setiap Jenderal dan mencari Jenderal setiap waktu, akhirnya saya mendapatkannya. Meskipun bukan edisi maret tetapi saya mendapatkan dua edisi yaitu, edisi Januari dan Februari. Asiikk! 😀

Ada kejadian seru lagi nih…

Ketika naik angkot menuju rumah, saya di kejutkan dengan betapa high-technology angkot yang saya naiki ini. Dengan sound system yang lumayan tidak berisik tetapi terdengar bagus, ternyata angkot juga dilengkapi oleh layar MP3 di sebelah supir. Tidak percaya? Nih, fotonyaaa….

Keren, kan??!?!?! Hahaha…

Saya iseng tanya kea bang angkot,

Saya: “Bang, itu touch screen ga?”

Bang angkot: [mungkin dia ga ngerti touch screen itu apa atau ga denger pertanyaan saya] “Kenapa? Kamu mau ganti lagu? Mau pilih lagu apa?”

Bang Angkot berkata begitu sembari mengambil remote MP3 yang ada di dashboard. Wkwkwkwk. Gaya banget, yaahh! Keren, dah…

Kejutan belum berakhir, di bagian belakang angkot, di atas sound system, saya melihat ada bar mini. Iyaaa betuuul, BAR. Masa’ sih ga percaya? Ini nih fotonyaaa…

Tuhh, beneran kan. Saya ga bohong… Iseng (lagi) saya ngomong ke mbak di sebelah saya, sesama penumpang,

Saya: “Mbak, itu minumannya beneran?”

Mbak: “Ga tau. Tapi kayaknya itu beneran, deh. Masih di segel begitu.”

Saya: “Waduuhh… gaya banget nih si abang! Eh mbak, ongkosnya tetep 2ribu kan?? [muka was-was, ga punya duit]”

Mbak: “Hahahahaha… iyalah, ya masa’ lebih mahal…”

Saya: “Yaa kali aja gitu, Mbak… scara ni angkotnya gaya begini hahahaha…”

Yahhh… bener-bener deh hari ini. Super random. Super aneh. Super beda. Super penuh hikmah. Luar biasa, Alhamdulillah…

Semoga saya bisa terus kuat dalam menjalani hari-hari baru ini, berikanlah aku kekuatan Ya Allah, Amin…

Newbie’s Journal [2] : Adik Kecil Menangis

Ini adalah jurnal yang saya tulis saat memulai hari-hari sebagai seorang karyawan pada salah satu perusahaan yang berbasis teknik dan teknologi. Saat itu, saya mulai bekerja pada Februari 2012 dan berakhir pada April 2012. Sepertinya, memang tidak cocok. Saat itu pula, saya menjadi pengangguran lagi dalam beberapa masa yang lama. Meskipun singkat, pengalaman yang saya alami benar-benar beragam dan memberi makna yang berarti. Newbie’s Journal ini merangkum semuanya. Hope you enjoy it, guys! 🙂

——

Day 2

Tidak ada kereta yang telat dan saya sampai kantor cukup pagi. Alhamdulillah..

Kehidupan di kantor berjalan seperti biasa dan sewajarnya. Moment penuh hikmah datang saat sudah perjalanan pulang. Saya pulang tidak dijemput lagi tetapi menggunakan kereta. Kereta pun sampai di stasiun tujuan saya dan Alhamdulillah, saya sampai dengan selamat.

Di stasiun itu saya bertemu dengan seorang anak jalanan cewek, anak kecil, nangis-nangis minta pulang. Coba deh bayangkan….

Kamu capek dan baru aja kehujanan trus ketemu sama anak jalanan cewek kecil yang nangis-nangis sambil teriak, “Mau pulaaannggg…. Huhuhuhu…. Mau pulaaaannggg…….”

Gimana ga stress???!?!

Ahhh…. Rasanya mau ikut-ikutan nangis. Mau nolong tapi rasanya ga punya daya untuk menolong, ga punya keberanian untuk bergerak dan yang saya bisa lakukan hanyalah berdo’a semoga anak jalanan cewek kecil itu baik-baik saja.

Saya tahu kalau saya cerita tentang hal ini ke orang lain, pasti mereka akan berkata,

“Ditolongin dooong…”

“Ajakin makan…”

“Yahh, gimana sih? Masa’ diem ajaa?!?!”

Jujur, saya mau melakukan semua itu. Kalau perlu akan saya antar sampai rumahnya. Saya mau dia aman, nyaman dan tenang. Tapiii… saya takut.

Saya tidak pernah tahu sekeras apa kehidupan jalanan, jadi saya takut untuk mengambil resiko apapun jika saya menolong anak jalanan cewek kecil itu.. Klise? Payah? Saya mohon maaf..

Saya bingung sendiri. Saya sampai menceritakan kejadian yang saya alami ini ke banyak orang dan meminta pendapat mereka tentang apa yang seharusnya saya lakukan. Kebanyakan dari mereka berkata bahwa mereka akan melakukan tindakan yang saya lakukan, pergi menjauh dan mendo’akan.

Saya sangat berharap, suatu saat nanti, keberanian untuk menolong tanpa memikirkan resiko apapun yang akan saya miliki. Sehingga saya akan bisa menolong adik-adik kecil yang membutuhkannya.

Atas dasar itu pula, sudah sejak beberapa bulan terakhir ini saya bergabung ke komunitas Save Street Child. Semoga akan membawa perubahan yang baik bagi saya dan kita semua, terutama untuk adik-adik itu. Amin..

Nb: Jika ingin bergabung dengan komunitas Save Street Child, bisa mention langsung ke @SaveStreetChild

Newbie’s Journal [1] : 1st Day at Office

Ini adalah jurnal yang saya tulis saat memulai hari-hari sebagai seorang karyawan pada salah satu perusahaan yang berbasis teknik dan teknologi. Saat itu, saya mulai bekerja pada Februari 2012 dan berakhir pada April 2012. Sepertinya, memang tidak cocok. Saat itu pula, saya menjadi pengangguran lagi dalam beberapa masa yang lama. Meskipun singkat, pengalaman yang saya alami benar-benar beragam dan memberi makna yang berarti. Newbie’s Journal ini merangkum semuanya. Hope you enjoy it, guys! 🙂

——

Day 1

Hari pertama untuk masuk adalah hari Rabu. Saya masuk di tengah bulan tetapi untungnya masih mendapat kesempatan untuk gajian, meskipun hanya setengah.

Hari pertama naik kereta ke kantor, telat. Kereta penuh semua, ditambah dengan adanya KRL Ekonomi yang mogok. Lengkaplah sudah.

Ternyata, telat pun tidak apa-apa. Sebagai anak baru, saya diberi sedikit briefing mengenai perusahaan dan berkenalan dengan seluruh karyawan, satu per satu. Ya, betul, satu per satu 🙂 *duh pegel, kasian nih tangan*

Moment galau pun dimulai saat saya makan siang sendirian. Dipojokan. Benar-benar dipojokan lho, sendirian. Yahhh, yasudahlah, mau bagaimana lagi. Memang belum kenal siapa-siapa, jadi mau mengobrol dengan siapa?

Moment bahagia adalah ketika waktu pulang, saya dijemput langsung di depan kantor. Jadiii…. Belum merasakan deh penuhnya kereta, Alhamdulillah…

Sukses Tanpa Gelar

Artikel ini adalah tulisan yang dimuat di free magazine @Sarjanacoid. Tema yang diangkat adalah menumbuhkan semangat teman-teman lulusan SMK agar tidak berkecil hati, meskipun kemungkinan besar tidak dapat melanjutkan belajar ke jenjang Universitas.

——

Siapa bilang menjadi seorang Sarjana akan menjamin kesuksesan? Siapa pula yang menyebutkan kalau seorang Sarjana akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan?

Menjadi Sarjana memang kebanggaan tersendiri bagi yang berhasil mencapainya. Lalu, apakah benar, gelar Sarjana akan menjamin kesuksesan kita?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari total pengangguran di Indonesia yang berjumlah 7,17 juta orang, sebanyak 360 ribu orang adalah Sarjana yang menganggur. Angka ini dihitung sesuai dengan lulusan Universitas pada Februari 2013. Jumlah itu mewakili 5,04% keseluruhan pengangguran.

Masih merasa bahwa gelar Sarjana adalah penentu kesuksesan kita?

Pertanyaannya sekarang adalah, kita ingin mendapatkan gelar atau ingin sukses? Untuk mengukur makna sukses pun, harus dengan pemahaman yang sesuai. Misal, “Saya ingin sukses dan makna sukses saya adalah memiliki usaha sendiri.” atau “Saya ingin sukses dan makna sukses saya adalah menjadi seorang Sarjana, lalu mendapatkan pekerjaan yang baik.”

Pemahaman sukses akan berbeda bagi setiap orang. Jika ukuran sukses kita adalah mendapatkan gelar lalu bekerja, perjuangkan terus untuk bisa kuliah. Sedangkan, jika ukuran sukses kita adalah langsung bekerja tanpa kuliah, jangan jadi minder dan merasa bodoh. Pahami dengan baik makna sukses dan jalani dengan yakin.

Jika memang impian untuk kuliah harus tertunda akibat satu dan lain hal, mungkin itulah jalan yang terbaik bagi kita. Bisa jadi, dengan bekerja terlebih dahulu, mental kita akan semakin kuat. Nantinya, kita akan lebih fokus dan berjuang jika suatu saat mendapat kesempatan untuk bisa menimba ilmu di Universitas.

Pemahaman akan target sukses pun akan membantu untuk menjalani hari-hari. Jika bekerja adalah keharusan yang ada setelah lulus sekolah, namun target kesuksesan kita tetap kuliah, jalan itu akan tetap ada. Impian adalah apa yang akan kita jalani di masa depan. Jangan ragu akan hal itu 🙂

Sukses adalah apa yang ada dalam hati dan pikiran kita. Sekolah, bekerja, kuliah, Universitas, gelar, ataupun Sarjana hanyalah pencapaian fisik semata. Jika nantinya kita berhasil menjadi seorang sukses, siapa yang peduli tentang deretan gelar yang ada? Mereka pasti bertanya, “Bagaimana caramu mencapai kesuksesan ini?” dan yakinlah menjawab, “Saya percaya suatu saat saya akan menjadi sukses.”

Adakah pertanyaan tentang gelar? Sepertinya, tidak.